Ramadhan in Finland, Fasting for 43 hours? Is it possible??? Why not!

Assalaamu ‘alaykum!

Kawan-kawan seiman dan setanah air. Risalah singkat yang ada di hadapan Saudara ini saya bawakan sebagai janji terhadap diri saya pribadi (hampir mirip nadzar- bukan nazarudin yak! red.) ketika saya diberi kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk berpartisipasi dalam salah satu ketetapannya yang begitu spesial di Ramadhan -tahun ini. Qadarullah/Qadarallah wa maa syaa-a fa’al (adalah ketetapan Allah, apa-apa yg telah terjadi).

Ya! Ramadhan ini begitu istimewa bagi saya karena untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya dapat merasakan, mengalami, dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, berRamadhan di sebuah negara Nordic, di sebuah kota berLintang Utara 65 derajat (sekitar 100-200km di bawah arctic circle) – the Northen Finland, Oulu – kalau kata syaikhRoni: Alhamdulillah, sesuatu!

Ber-Ramadhan di sini memang sangat berkesan bagi saya, sejak awal! Ya, sejak awal bahkan sejak sebelum bulan mulia tersebut datang ke Oulu. Kesan pertama dimulai ketika bermunculan pertanyaan-pertanyaan seperti: “Berapa lama saya harus berpuasa di sini? Adakah rukhsah? Haruskah/bolehkah saya mengambil rukhsah? Atau, haruskah saya tetap berpuasa ‘apa adanya’ mengikuti waktu setempat?” dalam benak saya maupun sanak famili dan kerabat terdekat saya. Pertanyaan-pertanyaan ini mendorong saya untuk memforward pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada ahlinya. Para asaatidz-lah yg lebih berhak menjawabnya, secara saya cuma orang awam, yang pemahaman ilmu agamanya masih jauh dari tingkatan mumpuni. Beberapa jejaring kawan saya coba hubungi kala itu, dan Alhamdulillah, mereka sangat membantu saya dalam menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan mereka dengan balasan yang lebih baik.

Pertanyaan saya layangkan ke beberapa titik, sebut saja: Bang Jek el Batawy, Encang el Batawy, ust. Erwandi (via encang), Abu Aisyah Salma el Bantany, konsultasisyariah.com, dan Madrasah78. Alhamdulillah, semuanya bermuara pada satu keyakinan, akan sebuah pendapat, yang secara mufakat, menguatkan saya untuk berpuasa mengikuti waktu lokal. Secara sederhana, bunyi fatwanya adalah sbb: “Jika, di suatu tempat yang tidak memiliki pergantian waktu siang dan malam yang jelas, maka kita boleh berpuasa mengikuti waktu Mekkah, Madinah, atau negara terdekat yang masih bisa dibedakan dengan jelas pergantian siang dan malamnya.” Sedangkan pada kenyataannya, di Oulu pergantian siang dan malamnya masih “cukup jelas.” Pada 1 Ramadhan kemarin, maghrib jatuh pada pukul 23.30, sedangkan subuh jatuh pada pukul 01.00. Sehingga durasi puasanya adalah sekitar 22,5 jam. Selain argumen dari sisi ijtihad/fatwa para asatidz, pertimbangan akan pengalaman success story kawan-kawan saya yang sudah lebih dulu tinggal di sini juga menguatkan hati saya untuk berpuasa mengikuti waktu lokal. Mereka bisa, kenapa saya tidak? Kawan-kawan di Helsinki juga biasa dan bisa berpuasa 19-21 jam lamanya. Walaupun lbh singkat, but doesn’t have any significant difference, does it? Mereka Idup – idup aja. Kenapa saya tidak bisa?? Seorang sahabat saya MIB el Jawy pun ‘menggelitik’ saya dengan sebuah komentar: “Jangan cengeng!” di sebuah forum diskusi madrasah78 melalui media “ada apa”. Finally, di hari terakhir Sya’ban, saya putuskan untuk berpuasa mengikuti waktu lokal. Azzam telah terbulat, tekad telah terikat kuat. Saat itu adalah hari Kamis sore 19 Agustus 2012, di kota Oulu, ditemani seorang kawan berkebangsaan Pakistan (yang juga bertekad sama untuk menjalankan puasa pertamanya di Oulu mengikuti waktu lokal), sepulang menonton Spiderman 3D untuk pertama kalinya di bioskop Oulu, membelanjakan voucher nonton gratis yang diperoleh dari kantor. Daripada mubazir. Hehe. (NB. Itu kali pertama saya nonton bioskop 3D, dan kali pertama dia (kawan saya dari Pakistan itu) nonton di bioskop)). Jadi inget masa2 ketika saya menemani seorang kawan berkebangsaan betawi nonton gala premiere pelem Love di plaza senayan dulu. Saya yakin, kami adalah 2 orang paling culun yg hadir waktu itu. Kawan saya itu juga memperoleh tiket gratis nonton, dari sebuah kuis membuat blog di detik.com. Pelemnya itu loh! Pelem love! Mendingan saya, pelem spiderman. Yang lakian dikit. Hahahaha78x.

Namun, rupanya Allah berkehendak lain. Di hari yang sama, tetiba saya di rumah, kira-kira pukul 21.00 WFU (Waktu Finland bag. Utara), saya bebenah dan lanjut makan malam pada pukul 22.00. Selepas makan saya santai sejenak sambil mengikuti perkembangan jatuhnya 1 Ramadhan di Finland. Tidak ada sidang itsbat yg disiarkan di tipi-tipi. Tidak ada debat antar ormas! Suara bulat, semua keputusan diserahkan pada imam, pengganti pemerintah bagi kaum muslimin di Finlandia, yang salah satu peranannya adalah untuk penetapan 1 Ramadhan. Akhirnya, diperoleh informasi, bahwa Finlandia akan memulai Ramadhan tahun ini pada hari Jumat, 20 Juli 2012, mengikuti waktu Mekkah. Dikuatkan juga oleh informasi dari 2 orang kawan saya berkebangsaan Jordan yang kala itu, ketika saya hubungi via telepon, mereka sedang berada dalam perjalanan menuju masjid di Helsinki untuk menunaikan ibadah shalat tarawih perdana. Secara ru’yah, wujud hilal memang belum terlihat, dan bahkan memang tidak akan pernah bisa di lihat baik dengan mata kepala telanjang maupun dengan bantuan alat optik sintetis, sekalipun hingga hari Sabtunya. Nampaknya bulan enggan mampir ke langit bumi Nordic ini J. Di sinilah peran imam pengganti pemerintah diperlukan, untuk menetapkan, secara adil, kapan 1 Ramadhan bisa dimulai. Indah bukan? Tidak perlu ada perdebatan, tidak juga seteru yang diekspos di media massa cetak maupun elektronik yang justru memperkeruh, mencoreng dan mempermalukan citra umat islam yang kudunya bersatu! (maap kawan-kawan dari media, bukan bermaksud mengecilkan hati, tapi coba renungkan sejenak mengenai hal ini). Bersatu dalam kebenaran, bersatu dalam agama, bersatu dalam manhaj, manhaj baginda Rasulullah Shalaatu wassalam ‘alaih, para sahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut tabi’in radhiyallahu ‘anhum, yang notabene merupakan tiga generasi terbaik (dari sisi pemahaman terhadap dien) sepanjang zaman. Btw, bukan itu sebenarnya yang ingin saya samapaikan di paragraf ini. Yang ingin saya bahas adalah, selepas shalat Maghrib, qadarallah, Allah memberikan nikmat rasa kantuk kepada saya. Nikmat? Pasti! Lihat, betapa tidak sedikit dari kita yang tidak dapat merasakan nikmatnya memiliki rasa kantuk. Ya! Selepas maghrib pukul 23.30, saya rebahan, rileks, dan terus larut dalam kesantaian saya, hingga singkat cerita, ketika mata saya terbuka, jam di hape menunjukkan pukul 3 pagi (matahari udah terbit waktu itu). Sejenak sembari ‘ngumpulin’ nyawa, saya berpikir, apa yang sedang terjadi pada diri saya? Dimana saya? Tetiba hilang ingatan sesaat. Tidak lama, sekejap saya tersadarkan, dan menyadari bahwa: Ooh.. sepertinya saya ketiduran.. iya, ternyata saya ketiduran. Ya benar, saya ketiduran. Hmm.. Ketiduran ya?? Whaaaaaaatttttt???? Ketiduraaaaaannn??? Trus sahurnya???? Trus puasanyaaaaa???? Kamis pkl 22.00 WFU sampai Jumat pkl 23.30 WFU = (ambil kalkulator) 25,5 jam????? Mungkinkah (Andre stinky, 1999) ???? #TenangkanDiriStayCoolSejenak. #MenghiburDiri #MintaDoaKeEncang #EncangMemforwardPermintaanDoaSayaKeAlamMaya. -__- Kala itu, saya berpikir: “sepertinya Allah ingin lebih menguatkan hati saya, atas pertanyaan-pertanyaan saya di zaman prasejarah. Kalau saya bisa berpuasa 22,5 jam mengikuti waktu lokal, bahkan lebih! Allah kasi saya kesempatan emas nan langka untuk berpuasa sekitar 25,5 jam! Bonus 3 jam.” Alhamdulillah ‘alaa kulli hal. Hari itu, saya tekadkan untuk melanjutkan puasa. Dan umat islam juga kudu cerdas dan sigap, dong? Sebelum berangkat kerja, saya kantongi perbekalan secukupnya (sebotol kecil air putih, sebiji apel, dan beberapa lembar roti dan makanan kecil) di tas, untuk P3K sekiranya saya terpaksa membatalkan puasa saya di hari pertama itu. Tapi saya harus coba, pikir saya waktu itu. Saya yakin, Allah akan memudahkan, dan tidak akan mencelakakan hambaNya yang hendak beribadah kepadaNya. Toh, kaidah fikihnya, kita boleh membatalkan kapan saja ketika dirasa kita tidak kuat menjalaninya. Dan tidak boleh juga memaksakan diri dan menjatuhkan diri dalam kebinasaan, cmiiw. Asik kan? Enak toh? Fair kan? J Alhamdulillah, hari itu saya sukses! Tidak ada kendala yang berarti. Kenikmatan ketika berbuka di hari pertama berpuasa itu, sungguh seuatu, sungguh tidak bisa dituliskan dengan kata-kata. Mau tau gimana nikmatnya? Cobain aja.. ;p

Yap, hari berganti hari, minggu berganti minggu. Tercatat setidaknya sejauh ini sudah 3-4 kali gagal sahur. Kali ini biasa saja, tidak seheboh sebelumnya. Mungkin itu juga hikmahnya Allah ngasi saya kesempatan untuk gagal sahur bahkan di hari pertama. Umat islam di Oulu tetap berpuasa meskipun godaan musim panas melanda. Bukan! Bukan karena cuacanya yang memanaskan. Musim panas di Oulu, paling anget 25 derajat. Kalo mendung 18 derajatan. Adem insyaallah. Namun godaan yang lebih berat adalah…… jeng…jeng… ‘keterbukaan’ sebagian warga Oulu dalam menikmati musim panas. 😀 Meleng dikit nih mata, bisa ilang pahala puasa. Astaghfirullah. Disini, sepertinya kita yang kudu ‘menghormati’ orang yang tidak berpuasa. That’s the rule! Kenapa? Ya karena mereka juga ga tau kalo kita lagi puasa. Haha. Masa iya kita kudu bilang ke mereka, “mbak..mbak… Inni shooimun.. tolong itu ditutup dikit keterbukaannya.” Mungkinkah? Mungkin sih. Tapi saya sungkan melakukannya. Hehe. Secara saya dan kawan-kawan seiman lainnya di sini hanya segelintir jarum di tumpukan jerami. Umat muslim di Oulu berjumlah sekitar 1000 orang, dari 150.000 orang. Sedangkan total se-Pinlen, 50.000-60.000 jiwa dari 5,5 juta jiwa penduduk pinlendia. Berapa persen tuh? Silakan ambil kalkulator masing-masing yak. Saya mau ngelanjutin cerita saya dulu nih soalnya.

Waduh, udah 3 halaman word aja. Kagak berasa. Niatan bikin risalah singkat, tapi kok jadi keliatan kurang singkat yak? Padahal udah disingkat-singkatin #MonologDiTengahCerita. Oke lanjut!! Bagaimana suasana puasa di Oulu. Ada acara apa aja di masjid Oulu, terkait bulan Ramadhan ini? Oiya, saya belum cerita kalau imam masjid Oulu, membolehkan para jama’ahnya untuk berpuasa mengikuti waktu Mekkah. Ini pendapat yang beliau yakini – semoga Allah Ta’ala merahmatinya. Jadi, aturannya adalah: Shubuh, Zhuhur dan Ashar mengikuti waktu lokal, sedangkan Maghrib dan Isya nya menggunakan waktu Mekkah. Kebetulan waktu Mekkah dan Oulu tidak ada perbedaan. Sama-sama selisih empat jam lebih lambat dibandingkan WIB. Inilah pendapat yang sepertinya dominan diikuti oleh warga muslim di Oulu. Walaupun yang berpuasa menggunakan waktu lokal juga tidak sedikit. Dan our imam juga mempersilakan bagi kita yang ingin tetap berpuasa menggunakan waktu lokal. Masjid mengeluarkan dua versi jadwal shalat (versi semi-Mekkah dan versi lokal). So, jangan kuatir, kita disini saling menghormati kok. Ga ada sinis-sinisan, ga ada olok-olokan, yang satu tidak menyalahkan yang lain. Karena memang, tak dapat dipungkiri, kasus berpuasa di ‘kutub’ ini nampaknya masuk ranah fikih/ ijtihadiyah kontemporer. Bahkan ulama-ulama pun tidak sedikit yang berbeda pendapat. So, kenapa kudu ribut? Dibikin asik aja. Jadi, mereka yang ikut waktu Mekkah, sahurnya sama, tapi bukanya lebih dulu, yakni sekitar jam 19.00 WFU. Lanjut Isya n Taraweh di masjid jam 21 WFU. Tiap pekan ada Bukber (buka puasa bersama) di masjid setiap hari Ahad. Dan di sepuluh hari terakhir Ramadhan ini, masjid mengadakan I’tikaf. Jadi, abis tarawih versi mekkah (sekitar jam 21) tanpa witir, ada tarawih versi lokal (sekitar jam 23) tanpa witir, abis itu ada qiyamul lail (sekitar pukul 01), kemudian lanjut sahur (sekitar pukul 02). Jfyi, saat ini maghrib jatuh pada pukul 22an dan subuh jatuh pukul 3an). Jadi sekarang udah korting jadi 19 jam-an. Seru kan? Gak kayak di Indo yang stabil2 aja dari jam 4an ampe jam 18an. Hehehehe. MashaAllah!

Terakhir, menjawab pertanyaan di judul artikel ini. Fasting 43 hours? Is it possible? Hmmm.. Now, along with this article, I should say to all of you that, either in fact or ‘fiqih’ally, YES! IT IS POSSIBLE! Hahaha.. How? How can? Be patient, dude! Let me prepare myself to continue the story, please. Oke, begini ceritanya. Jadi, kala itu adalah hari Kamis 9 Agustus 2012 (aha! Baru sadar, kalo peristiwa itu terjadi lagi-lagi di hari kamis malam jumat). Sepulangnya saya dari kantor, sekitar pukul 21an, pasca saya bebenah diri (tanpa makan, secara belum waktunya buka). Suasana cuaca di luar yang cukup adem kala itu, mengundang saya untuk berlindung di dalam naungan selimut yang hangat itu. Ya, niat hati, sambil ngabuburit menunggu waktu berbuka yang tinggal satu jam lagi itu, saya ingin memanjakan diri sejenak, menunaikan hak badan saya untuk diistirahatkan. Berhubung memang tidak diniatkan untuk tidur, dan saya tidak memiliki ekspektasi untuk tidur, sehingga saya tidak memasang alarm ganda di hape seperti biasanya, waktu itu. Sudah bisa ditebak akhir ceritanya? Pasti sudah. Pembacanya kan cerdas-cerdas. Cieeeeee. YA! Dengan modus yang serupa dengan perkara di hari pertama, ketika mata saya terbuka, jam di hape menunjukkan pukul 3 pagi (matahari memang belum terbit waktu itu, tapi subuhnya udah masuk). Shubuh kala itu jatuh pada pukul 02.52, dan saya terjaga pukul 3 lewat. Sejenak sembari ngumpulin nyawa, saya berpikir, apa yang sedang terjadi pada diri saya? Dimana saya? Tetiba hilang ingatan sesaat. Tidak lama, sekejap saya tersadarkan, dan menyadari bahwa: Ooh.. sepertinya saya ketiduran.. iya, ternyata saya ketiduran. Ya benar, saya ketiduran. Hmm.. Ketiduran ya?? Whaaaaaaatttttt???? Ketiduraaaaaannn??? Lagiiiiii??? Trus bukanyaaa??? Trus sahurnya???? Trus puasanyaaaaa???? Kamis pkl 02.48 WFU sampai Jumat pkl 22.02 WFU = (ambil kalkulator) kamis 19 jam + 24 jam jumat = 43 JAM????? Mungkinkah (Andre stinky, 1999) ???? #TenangkanDiriStayCoolSejenak. #MenghiburDiri #MintaPendapatEncang #MintaPendapatBangJek #MintaPendapatAbuAisyah #MintaDoaKeEncangdanAbuAisyah  -__- Kala itu, saya pikir: “sepertinya Allah ingin lebih LEBIH lagi menguatkan hati saya, atas pertanyaan-pertanyaan saya di zaman prasejarah. Kalau saya ternyata bisa berpuasa 22,5 jam sesuai waktu lokal, bahkan lebih! Allah kasi saya kesempatan emas nan langka untuk berpuasa sekitar 43 jam! Bonus 20,5 jam.” Alhamdulillah ‘alaa kulli hal. Hari itu, saya tekadkan untuk melanjutkan puasa. Dan umat islam juga kudu cerdas dan sigap, dong? Sebelum berangkat kerja, saya kantongi perbekalan secukupnya (sebotol kecil air putih, 5 biji kurma, 3 lembar roti dan beberapa butir kacang bawang) di tas, untuk P3K sekiranya saya terpaksa membatalkan puasa saya di hari ke-21&22 Ramadhan itu. Tapi saya harus coba, pikir saya waktu itu. Saya yakin, Allah akan memudahkan, dan tidak akan mencelakakan hambaNya yang hendak beribadah kepadaNya. Toh, kaidah fikihnya, kita boleh membatalkan kapan saja ketika dirasa kita tidak kuat menjalaninya. Dan tidak boleh juga memaksakan diri dan menjatuhkan diri dalam kebinasaan, cmiiw. Asik kan? Enak toh? Fair kan? J Alhamdulillah, tsumma alhamdulillah hari itu saya sukses (lagi)! Tidak ada kendala yang berarti. Sedikit lebih haus memang, tapi still, Alhamdulillah masih sehat wal afiat tak kurang satu apapun juga. Kenikmatan ketika berbuka di hari itu, sungguh sangat sesuatu, sungguh tidak bisa dituliskan dengan kata-kata, dan tak pula dapat dilukiskan dengan gambar-gambar. Intinya: NUIKMAAAAAAAAAAAAAATTT SEKALLLLLLEEEE….. Mau tau gimana nikmatnya? Cobain aja.. ;p Subhanallah, walhamdulillah, wallahu akbar!!

Saya bersyukur diberikan kesempatan oleh Allah untuk dapat merasakan pengalaman berharga dan tak terlupakan ini. Wallahi, saya tidak bermaksud ‘macam-macam’ dengan menuliskan tentang kisah Ramadhan saya di sini melalui risalah ini seperti ini (banyak amat ini-nya). Aku berlindung kepada Allah, dari tergelincirnya dan kotornya hati ini. Seorang kawan karib saya el Bantany mengingatkan saya, “ Qola nabiyyuna Muhammad Allahumma Shalli Wasallam ‘alayh…. Aku berpuasa dan aku berbuka…..”. lain kali jangan diulangi…. Saya katakan kepadanya, kalau saya juga tidak sedang berbangga/ merasa hebat dengan tidak berbuka dan bersahur seperti ini.. Ini semua ketetapan Allah, yang saya tidak berkuasa atasnya. Satu-satunya kelalaian saya adalah, kurang cakap dalam memasang benteng alarm pertahanan saya untuk jaga-jaga kalau saya tertidur. Hehe. Karena kantuk itu nikmat! Satu hal yang mendorong saya untuk berbagi kisah ini, adalah dengan harapan, mudah-mudahan kisah ini dapat bermanfaat, setidaknya membawa hikmah yang akan semakin menambah keimanan kita, dan menepis segala keraguan akan syubhat-syubhat yang bermuara pada, “kejam”nya Islam dengan syariatnya. Tidak sedikit orang yang berpandangan, bahwa berpuasa itu akan menyulitkan umatnya. Tidak manusiawi-lah, membahayakan kesehatan-lah, melelahkan-lah,  dan sejutaribu lah-lah lainnya yang padahal sekiranya mereka menjalaninya dengan ikhlas dan mengharap keridhaanNya, insyaAllah pasti akan dimudahkan dan diberi jalan. Ya, meskipun hadits tentang: Puasa itu menyehatkan itu lemah, namun satu hal yang NISCAYA: “Laa yukallifullahu nafsan illaa wus’ahaa (QS. Albaqarah: 286)” Allah tidak akan membebani hambaNya kecuali sesuai dengan ‘limit’ kemampuannya. Sedikit tricky dalam menafsirkan kata2 wus’aha (kesanggupan). Kalo kata bang Jek, cmiiw, kesanggupan yang dimaksud disini adalah batas kesanggupan yang hadir setelah diupayakan semampunya. Jadi, ga bener juga pikiran kaum oportunis yang bermudah-mudah dalam me’manfaat’kan dalil ini. Kalo kata seorang kawan karib el Jawy, “…Tapi kita wajib yakin apapun yang jadi syariat, itu pasti berefek positif ke jasmani, ruhiyah, fikriyah…”.Lagipula aturan mainnya kan sudah jelas. Islam juga mempersilahkan bagi mereka yang sakit, atau tidak mampu secara fisik, untuk tidak berpuasa, dengan menggantinya di hari lain dan/atau membayar fidyah (depending on case by case). Tapi bagi orang yang segar bugar, sehat wal afiat, terlebih di negara tropis yang masa berpuasanya masi lebih normal dibandingkan kawan2 kita di berbagai belahan dunia, seperti Perancis, Jerman, Belgia, Italia dll. (19jam-an) dan bahkan kawan2 kita di kawasan ‘kutub’ (bukan cuma saya) yang harus merogoh kocek (waktu) 3-4 jam untuk berbuka, maka………………….(silahkan dilanjutkan sendiri ya, kalimatnya. Hehe)

Wah, udah 5 halaman word. Akhir kata, mudah-mudahan risalah yang “singkat” dan saya buka untuk umum ini dapat menjadi pelajaran, bagi orang-orang yang berfikir.

Jabat erat dari saudaramu, Dzul el Falimbaniy, a Shooimun di hari ke 24 Ramadhan 1433 H, 12 Agustus 2012, Oulu Finlandia. Uhibbukum for the sake of Allah Ta’ala.

Selamat berpuasa! Ramadhan kariim..
Peta Ramadhan Dunia 1433 H
Secuplik panorama sungai Oulu

Nikmatnya ber”islam” di Finlandia – sebuah testimoni dan laporan dari kawasan 65 degrees North

Ulasan ini saya hadirkan untuk melengkapi paparan yang telah dibawakan oleh kawan saya dari PPI Finlandia, mbak Zenith Purisha, yang mengangkat sebuah kisah bertajuk “Nikmatnya Puasa Seharian di Finlandia” (Nikmatnya Puasa Seharian di Finlandia). Pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba “menaikkan helicopter” kita, membawa para pembaca sekalian untuk melihat kehidupan Islam di Finlandia, dari sudut pandang yang lebih luas lagi. Artikel ini akan mengulas secara umum pengalaman dan pengamatan saya pribadi sebagai salah seorang muslim yang hidup di negara  Fennoscandia/Fenno-Scandinavia berpenduduk sekitar 5,5 juta jiwa ini. Ya! Fennoscandia merupakan terminologi geografis dan geologis yang lebih tepat disematkan untuk Finlandia, karena tidak seperti Skandinavia, Fennoscandia meliputi Finlandia, Karelia, dan Kola Peninsula; dan tidak pula seperti Nordic countries, Fennoscandia tidak mencakup Denmark, Iceland, dan Greenland. Sebagai negara dengan luas wilayah peringkat delapan terbesar di Eropa ini, Finlandia sering dikenal sebagai negara yang memiliki “sistem pendidikan” terbaik di Eropa (bahkan mungkin dunia). Selain itu, Finlandia juga dinobatkan sebagai one of the world’s most peaceful, competitive, and livable countries (Newsweek.com, Fundforpeace.org, Prosperity.com). Negara ini terletak di kawasan Eropa utara, beriklim humid and cool semi-continental climate, dimana karakter iklimnya bercirikan musim panas yang hangat, dan musim dingin yang membeku, dengan rentang suhu udara bervariasi antara sekitar -30 sampai 28 derajat celcius.

Negara yang beribukota di Helsinki ini menggunakan bahasa nasional Finnish/Suomi sebagai bahasa pengantar utama (90%), dan bahasa Swedia sebagai bahasa kedua (5,4%). Namun penguasaan masyarakatnya terhadap bahasa Inggris pada umumnya cukup baik, terutama di kalangan kawula muda, pelajar, dan pekerja di perusahaan-perusahaan yang berskala internasional. Sekitar 78 persen penduduknya menganut agama Kristen (Evangelical Lutheran), 1,1 % menganut Kristen ortodoks, 1,5 % lain-lain (Islam, Yahudi, dll.), serta sisanya lagi sebesar 20 % tidak memiliki afiliasi agama apapun. Data ini diambil pada tahun 2011 (Sumber: Wikipedia). Dengan demikian, bisa dikatakan, Islam menjadi agama minoritas di sini, dengan jumlah penganut sebesar 50.000 – 60.000 jiwa, yang sebagian besar tersebar di kawasan selatan Finlandia (Helsinki dan sekitarnya). Tercatat, ada sekitar 18 masjid tersebar di Finlandia (Peta Persebaran Masjid di Finlandia) yang sebagian besar merupakan bangunan “bukan-masjid” yang dialihfungsikan menjadi sebuah masjid untuk pelaksanaan kegiatan keislaman komunitas muslim di wilayah tersebut. Masjid Oulu

Secara historis, Islam mulai masuk ke Finlandia pada tahun 1870 – 1920, ketika imigran muslim The Baltic Tatars (asal Turki) yang berprofesi sebagai pedagang dan tentara membawa anggota keluarga mereka dan mulai menghuni kawasan Finlandia. Asosiasi muslim Finlandia (Finnish Islamic Association) pertama kali terbentuk pada tahun 1925, namun pada waktu itu, komunitas tersebut hanya menerima orang-orang yang berkebangsaan Tatar atau Turki sebagai anggotanya. Saat ini, terdapat sekitar 1.000 orang anggota jamaah muslim Tatar.  Kemudian, gelombang kedua imigran muslim mulai menunjukkan peningkatan yang signifikan pada awal tahun 1990-an, yang diikuti dengan pendirian masjid dan komunitas yang cukup pesat pada tahun-tahun berikutnya. Sehingga akhirnya pada tahun 1996, kelompok ini bersama-sama membentuk suatu komunitas muslim baru yang lebih “kooperatif” yang dinamakan: The Federation of Islamic Organizations in Finland.

Ada puluhan komunitas muslim independen yang berdiri di Finlandia. Komunitas tertua adalah Finnish Islamic Association (milik suku bangsa Tatar) yang dibangun pada tahun 1925, dan memiliki anggota sebesar 700 orang Tatar. Komunitas tersebut memiliki masjid di daerah Helsinki, Tampere, dan Lahti. Satu-satunya masjid yang berdiri sebagai bangunan tersendiri terletak di Jarvenpaa.  Selain itu, komunitas lain yang dinamakan The Islamic Society of Finland dibangun pada tahun 1987, dan beranggotakan umat islam berkebangsaan Arab, juga muslim Finlandia. Komunitas ini memiliki mesjid dan sekolah Alquran di Helsinki. Kemudian ada pula The Helsinki Islamic Center yang saat ini merupakan komunitas terbesar beranggotakan 2000 orang. Dan masih banyak lagi puluhan komunitas muslim lainnya di area Helsinki, termasuk beberapa di antaranya yang tidak terdaftar secara resmi. Sementara itu, untuk di kawasan Finlandia utara, tempat dimana saya bermukim saat ini, terdapat komunitas muslim yang dinamakan The Islamic Society of Northern Finland, yang memiliki sebuah masjid berlokasi di pusat kota Oulu (sekitar 6 km jaraknya dari tempat tinggal saya di kawasan University of Oulu kampus Linnanmaa), dan beranggotakan sekitar 600 orang. Bahasa yang digunakan sebagai pengantar di komunitas-komunitas muslim tersebut cukup beragam, namun biasanya menggunakan bahasa Arab, Inggris, dan Finnish serta beberapa Somalia. Etnis berbahasa Somalia menempati peringkat pertama sebagai etnis muslim terbanyak yang menempati Finlandia (sekitar 12.000 jiwa), diikuti oleh etnis Arab (9.600 jiwa), Albania (6.800 jiwa), Turki (5.000 jiwa) dan Persia (4.500 jiwa) berdasarkan data Statistic Finland, tahun 2009.

Sebagai satu-satunya negara Nordic yang tidak memiliki raja dalam struktur pemerintahannya, Finlandia memberikan kebebasan beragama yang cukup toleran kepada seluruh warga negaranya. Sehingga secara umum, dapat dikatakan, kehidupan berislam di Finlandia, kendatipun merupakan agama minoritas di sini, namun kita sebagai umat islam dapat menjalankan ibadah kita dengan cukup leluasa. Sejauh pengamatan dan pengalaman saya selama ini, tidak ada peraturan yang ‘membatasi’ ruang gerak kita sebagai kaum minoritas di sini. Setiap muslim di sini bebas menyelenggarakan ibadah shalat jumat (tanpa pengeras suara keluar), shalat ied, “berjenggot”, berhijab sempurna bagi para muslimah, dan relatif mudah dalam mendapatkan bahan makanan halal. Di Oulu saja, setidaknya terdapat dua toko halal yang menjual bahan makanan yang dijamin halal, terutama daging sapi, kambing dan ayam, baik beku maupun olahan, beras, kacang-kacangan, minyak, saus, kecap, kurma, madu, minuman ringan, snacks, biskuit, sayur mayur, dan lain-lain. Disamping itu, sebagai salah satu penghasil ikan salmon terbesar di dunia, umat islam di sini dapat menjadikan penganan berbahan ikan ”dan saudara-saudaranya” sebagai alternatif asupan makanan yang terjamin kehalalannya.

Lalu apa saja aktivitas komunitas muslim di Finlandia? Sangat beragam! Selama di Oulu, saya merasakan pengalaman mulai dari penyelenggaraan ibadah shalat jumat setiap minggunya, penyelenggaraan shalat ied dua kali setahun (biasanya menumpang/menyewa aula berkapasitas mumpuni untuk menampung jamaah yang lebih banyak), pengurusan pemakaman muslim (ada satu blok khusus pemakaman muslim di Oulu), Ifthar (Berbuka Puasa) bersama setiap hari Ahad (di Oulu) dan Tarawih setiap harinya, pengumpulan dan distribusi qurban dan zakat fitrah, kajian mingguan (Alquran, bahasa arab, pengajian muslimah, dll.), penyelenggaraan nikah secara islam, bahkan piknik bersama seluruh keluarga muslim di Oulu. Sumber pendanaan operasional masjid dan komunitas muslim di sini adalah swadaya para jama’ah, maupun donatur dari beberapa lembaga dan perseorangan. Piknik Muslim Oulu ke Virpiniemi (16.08.2012)

Terakhir, beberapa hal mengenai keunikan ber”Islam” di Finlandia, diantaranya: 1) Shalat Jumat super kilat di musim dingin (winter), dimana jarak antara waktu Zuhur dan Ashar hanya terpaut 10 menit saja; 2) Berpuasa super panjang mulai dari 18-22,5 jam sehari untuk tahun ini, karena Ramadhan jatuh pada musim panas. (bisa tengok artikel sebelah juga: Puasa 43 Jam di Finlandia Bahkan mungkin pada Ramadhan berikutnya, boleh jadi akan jatuh pada puncak musim panas, yang di Oulu, jarak antara Maghrib dan Shubuhnya cukup terpaut 30 menit saja, tanpa ada lagi kegelapan malam yang berarti. MashaAllah. Maha besar Allah atas segala ciptaanNya; 3) Pelaksanaan shalat jenazah outdoor di musim dingin (suhu saat itu di kisaran minus 27-30 derajat celcius). Setelah salam, tidak sedikit jamaah yang kurang “well-costumed” berlarian bubar tunggang langgang menuju gedung terdekat mencari ‘kehangatan’, termasuk penulis berdarah tropis ini. 4) Kekeluargaan dan persaudaraan yang sangat erat. Pertama kali saya menginjakkan kaki di masjid Oulu, dalam keadaan belum makan siang dengan mata yang memancarkan ”aura kelaparan”, saya disuguhi makanan nasi goreng, ikan salmon goreng, roti, dan softdrink oleh seorang saudara seiman dari Somalia. Ya, Somalia! Negara yang saat ini masih berkecamuk konflik dan perang. MasyaAllah. Selain itu, saya pun dihadiahi sebuah cincin batu akik dari seorang muslim Finlandia yang pernah tinggal beberapa bulan di Indonesia, setelah perkenalan yang singkat. Dan masih banyak lagi pengalaman indah tak terlupakan yang saya alami dan rasakan selama saya tinggal dan berislam di sini. Alhamdulillah. Itulah kenapa, saya katakan di awal, Betapa nikmatnya ber”islam” di Finlandia. Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran atas kemudahan yang Allah limpahkan pada hambaNya, di negara ini. Selamat berpuasa, dan salam hangat dari kami, saudaramu seiman di Finlandia! Uhibbukum for the sake of Allah Ta’ala.

Oleh: Zulkarnain Afriandi (PPI Finlandia) – Mahasiswa Dept. Industrial Engineering & Management, University of Oulu

Oulu River – Summer
Univ. Oulu
Spring Oulu
Fajar Oulu